Kamis, 10 Februari 2011

Apa yang hendak dicapai oleh penjas di sekolah?

Kecerdsan majemuk apakah sudah dipahami oleh setiap guru? terutama oleh para guru penjas. Apakah pengusaan keterampilan gerak lebih penting harus dikuasai olah setiap peserta didik jika dibandingkan dengan tingkat kesegaran jasmani yang nantinya akan memberikan banyak dampak positif untuk mengguasai seluruh kompetensi dalam setiap pembelajaran. Lalu dimana letak pembentukan dasar prsetasi?



Jika masih ada guru pendidikan jasmani yang orientasinya dalam pelaksanaan pembelajaran pada program kegiatan intrakurikuler adalah setiap peserta didik diwajibkan untuk dapat menguasai teknik keterampilan yang mengarah pada seluruh cabang olahraga seperti yang selama ini dilaksanakan maka sesungguhnya selama ini telah melakukan satu pembunuhan pada bakat seoarang peserta didik. Mengapa demikian?
Apakah setiap peserta didik pada saat lahir membawa kecerdasan yang sama? Tingkat kecerdasan yang satara? serta apakah membawa bakat yang serupa? dan apakah seluruh peserta didik itu memiliki minat serta keingginan yang sama apalagi dalam cabang olahraga? Jika jawabannya tidak terus mengapa semua guru pendidkan jasmani memberikan perlakuan yang sama setiap peserta didik artinya, isi dalam program pembelajarannya memiliki materi, metode serta memberikan bentuk perlakuan dalam penilaian harus mencapai standar yang sama? apakah seperti ini dapat dikatakan sebagai pembelajaran yang menjunjung asas keadilan dan berpihak pada pengembangan potensi yang didasarkan pada keperbedaan karakteristik peserta didik dan juga bsesuai dengan kemampuan yang mereka miliki? tentu saja tidak. Jika demikian harus bagaimana pembelajaran yang sebaiknya dilaksanakan?
Memandang peserta didik sebagai mahluk unik secara keseluruhan artinya memperlakukan setiap peserta didik itu sebagaimana mestinya untuk diperlakukan. Perbedaan kemampuan yang mereka miliki merupakan sebagai dasar untuk memperlakukan mereka secara tidak sama pula walaupun pada dasarnya untuk menuju satu arah tujuan yang sama yaitu perkembangan kemampuan secara maksimal menurut ukuran masing-masing setiap peserta didik sehingga diharapkan menjadi manusia secara utuh yang akhirnya memiliki keberagaman kompetensi dari seluruh peserta didik. Dimana letak perbedaan perlakuan setiap peserta didik tersebut? Peserta didik yang memiliki kemampuan dasar awal rendah tentulah diberikan kebebasan secara sepenuh kepadanya untuk menentukan batas capaian yang akan ia raih. Bukanlah guru yang harus menentukan batasan yang harus ia capai, namun boleh saja guru untuk mengarahkan dan memberikan gambaran sebagai perkiraan yang akan ia tentukan namun bukan untuk menentukan. Seperti tingkat kebugaran seorang peserta didik pada saat tes awal memperoleh gambaran pada tingakt sangat rendah, selanjutnya diarahkan kepada peserta didik dalam tempo waktu misalnya selama satu bulan berapa akan ia tingkatkan untuk memperbaiki tingkat kebugarannya. Begitu juga halnya dengan keadaan peserta didik pada tes awal yang telah mencapai tingkat kebugaran pada level yang baik, maka diberikan kebebasan kepadanya untuk menentukan batasan capaian dalam peningkatan kebugarannya apakah ia tetap untuk mempertahankannya, atau hanya sedikit saja meninkatkan kebugarannya.
Penetapan batas capai kompetensi secara minimal pada akhir suatu program peningkatan kebugaran perlu dilakukan oleh seorang guru sehingga seluruh peserta didik tau batasa mana dan arah mana yang akan mereka tuju. Penetapan batasan minimal inilah sebagai arah tujuan dari program pembelajaran. Seorang peserta didik dapat tau secara pasti seberapa besar kekurangan yang harus ia penuhi agar dapat melewati batasan yang harus dilalui. Oleh karena itu seorang peserta didik yang tingkat kebugarannya rendah ia akan berusaha keras untuk dapat melewati basatan minimal, tentulah penilaian dari ranah afektif ia dapat dikategorikan baik menurut dari satu sudut aspek motivasi diri. Begitu juga dengan peserta didik yang dari awal memang memiliki tingak kebugaran yang baik, diakhir penilaian tetap dapat mempertahankan tingkat kebugarannya maka untuk nilai afektifnya juga baik ditinjau dari aspek konsistensi atau aspek motifasinya. jadi dari kedua contoh di kasus merupakan gambaran dari bentuk penilaian akhir. Lalu dimana letak aspek kognitifnya? bagaimana hendak kita ukur? Seorang peserta didik yang memiliki kebugaran yang tinggi secara konsep bukan hanya sekedar tau tentang pentingnya arti kesehatan, namun sudah mencapai pada level aplikasi yang berada tiga tingkatan dari tingkat pengetahuan;
Sebaliknya dengan kondisi peserta didik dari tes awal memiliki tingak kebugaran rendah setelah mencapai batas waktu tertentu masihg tetap pada tingkat kebugaran rendah mana secara aspek afektif ia memiliki motifasi yang rendah, daya juang rendah dan dari aspek kognitif ia hanya pada tahap awal atau sekedar tau saja atau bahkan tidak tau arti penting dari kesehatan dan kebugaran. Tentu saja bentuk penilaian akhir seperti ini juga akan relefan terhadap penilaian pada mata pelajaran yang lain.

Apakah kita perna berpikir jika dalam penjas yang ingin dicapai sebenarnya adalah kesegaran atau kebugaran jasmani? bukanlah keterampilan teknik gerak yang utama mengarah pada seluruh cabang olahraga. Lalu dimana letak arah dari spesialisasi dan gerak multilaeral? Gerak multilateal didapat oleh seluruh peserta didik melalui setiap aktivits yang ia lakukan berdasarkan keinginan serta minatnya, tidak membatasi pada satu cabang olahraga saja yang diarahkan oleh seoarang guru namun melainkan sesuai kesukaannya yang timbul pada saat bermain secara spontan saat itu.
Setiap aktivitas yang dilakukan oleh setiap peserta didik yang didasari rasa keterpaksaan tentunya tidak akan dapat memebrikan hasil yang maksimal malah sebaliknya, dengan rasa engan dan malas-malasan gerakan yang dilakukan bukan menjadikan peserta didik sehat malah menjadi sakit diakibatkan karena cidera.

Tidak ada komentar: