Rabu, 16 Maret 2011

PRESFEKTI PENJAS DI INDONESIA


BAB I
BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar belakang
Berkaca dari sejarah perjalanan pendidikan jasmani yang dimulai sejak zaman penjajahan sampai saat ini maka banyak terjadi pasang surut terhadap perkembangannya. Sejarah merupakan segala sesuatu yang menyangkut peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Oleh  karena itu sejarah juga merupakan guru yang senantiasa mengingatkan  kita agar selalu terus tetap belajar dari segala kejadian-kejadian yang  dianggap tidak pantas sebenarnya untuk terulang. Seyogyanya kita juga menyadari dan merenung sejenak bahwa memang tak sepatutnya kita harus mengulang kembali segala peristiwa yang dianggap buruk sebagai peristiwa catatan kelam masa lalu.

Orang yang hari ini sama seperti hari kemarin adalah golongan orang yang merugi, orang yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin tergolong orang yang celaka, sedangkan orang yang beruntung adalah orang yang hari ini  lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini dan kemarin.
                                                                      1
Sebagai orang yang di dalam kehidupan kesehariannya senantiasa berkecimpung serta bergelut dengan dunia pendidikan khususnya pendidikan jasmani sudah seharusnya turut prihatin dengan kondisi yang terjadi saat ini terhadap dunia pendidikan kita secara umum dan secara  khusus pendidikan jasmani. Kualitas outcome dari produk pendidikan semakin hari dirasakan malah semakin menurun secara keseluruhan, degradasi moral, lunturnya nasionalisme serta hilangnya kebanggan kepada bangsa sendiri merupakan fenomena nyata dalam kehidupan. Hal ini patut dipertanyakan mengapa demikian?
Seluruh kejadian ini bila disadari sebenarnya tidak mungkin dapat terjadi dalam waktu yang singkat, melainkan melalui satu proses sangat panjang yang merupakan akumulasi dari apa yang dilakukan berupa tindakan-tindakan menyimpang pada  masa lampau. Fenomena ini bagaikan bom waktu yang siap meledak kapan saja, mungin sekarang  dentuman keras ledakan tersebut terdengar. Segala fenomena baik itu yang mungkin dipandang sebagai hal positif maupun negatif biasanya terlihat melalui tayangan televisi   merupakan  cerminan keberhasilan dalam lingkup pendidikan. Tidak hanya pendidikan yang dipandang secara umum, namun berkaitan juga dengan pelaksanaan pendidikan secara khusus. Bila kita hendak memperbaiki kondisi saat ini agar berubah menjadi lebih baik pada masa yang akan datang, maka kita tidak dengan serta merta kita dapat langsung untuk merubahnya dengan menyandarkan pada kondisi saat ini. Namun dengan melihat dan mempelajari sejarah terlbih dahulu kita  akan  memulainya sebagai pijakan awal, untuk  melakukan pergerakan yang dianggap sebagai satu revolusi yang diharapkan  nantinya  mampu untuk merubah seluruh kondisi pendidikan juga termasuk pada pendidikan jasmani.
Berdasarkan penelitian tentang keberhasilan pembangunan daerah yang diukur dari perkembangan olahraga atau Sport Development Indeks (SDI) pada tahun 2006. Pada tahun 2005 hasil kebugaran jasmani tingkat pelajar seluruh Indonesia menurut survei menunjukan 10,71% masuk kategori kurang sekali, 45,97% kategori kurang, 37,66% kategori sedang, 5,66% kategori baik, sementara untuk kategori sangat baik sekali 0%.
Hasil penelitian di atas sebenarnya dapat dijadikan sebagai satu  tolok ukur terhadap tingkat keberhasilan pelaksanaan pendidikan jasmani di Indonesia. Jika kita mau jujur dan masih memiliki rasa kepedulian yang murni di dalam hati, maka kita akan bertanya sebenarnya ada apa dengan pendidikan jasmani? Mengapa bisa sampai terjadi begini? Lalu pertanyaan selanjutnya adalah apakah kita harus terus tetap begini? Lalu apa harus kita perbuat? Dan yang terakhir bagaiana kita harus berbuat?.
Fenomena di atas merupakan fakta kondisi dari pendidikan jasmani yang ada di Indonesia yang tidak dapat dipungkiri akan kebenarannya, yang telah dibuktikan secara empiris. Dalam kondisi yang seperti ini kita tak perlu untuk menyalahkan siapa-siapa, yang terpenting dan harus direnungkan adalah apakah kita selaku orang yang ada di dalam sistem tersebut dan selaku pelaku dalam pendidikan  jasmani sudah memberikan sesuatu yang terbaik untuk pendidikan jasmani?
Oleh sebab itu marilah sejenak hendaknya kita melihat kilas balik sejarah  perjalanan tentang pendidikan jasmani yang ada di tanah air. Melalui sejarah ini maka kita akan dapat melihat pada sisi-sisi mana yang dapat dijadikan sebagai catatan catatan khusus yang memang berepengaruh dan menjadi penyebab kemunduran dari pendidikan jasmani. 


                                                             BAB  II
PEMBAHASAN
A.           Pendidikan jasmani di zaman kemerdekaan
Berdasarkan kepada tekad rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaanya serta mengisi kemerdekaan tersebut maka dalam gerak langkah usaha selanjutnya untuk pertama kalinya pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Pengajaran waktu itu diberikan beberapa tugas pokok antara lain:
1.            Menyelenggarakan latihan-latihan jasmani di kalangan pemuda-pemuda Indonesia untuk mencapai dan memperoleh kondisi badani yang tinggi guna memasuki angkatan perang secara besar-besaran.
2.            Mengusahakan rehabilitasi mental Bangsa Indonesia yang telah rusak selama penjajahan kolonial Belanda dan Jepang.
Pembinaan gerakan olahraga dalam masyarakat Indonesia selama ini berkembang ke arah dua bidang kegiatan, yaitu:
a.         Gerakan olahraga yang karena profesinya menjadi tanggung  jawab pemerintah dan biasanya berkembang di sekolah-sekolah
b.         Gerakan olahraga dalam masyarakat yang selama ini diusahakan dan diorganisasi atas dasar amatir dan pengabdian yang perkembangan dan kemajuannya sudah cukup luas.
1.      Perkembangan Tahun 1945-1956
4
Tonggak sejarah kelembagaan yang mengurusi pembangunan pendidikan jasmani dan keolahragaan sebenarnya sudah ada sejak masa awal kemerdekaan Indonesia. Pengelolaan kegiatan pendidikan jasmani dan olahraga oleh negara diketahui pada susunan Kabinet pertama yang dibentuk pada tanggal 19 Agustus 1945. Kabinet yang bersifat presidensial memiliki Kementerian Pengajaran yang dipimpin oleh Menteri Ki Hajar Dewantoro. Kegiatan olahraga dan pendidikan jasmani berada di bawah Menteri Pengajaran. Istilah pendidikan jasmani dipergunakan dalam lingkungan sekolah sedangkan istilah olahraga digunakan untuk kegiatan olahraga di masyarakat yang berupa cabang-cabang olahraga.
Dengan dibentuknya Kementerian Pengajaran telah menunjukkan kepedulian akan masalah pendidikan, yang didalamnya menyangkut pula pendidikan jasmani. Namun, karena negara baru dalam taraf penataan, maka kegiatan pendidikan jasmani belum banyak dirasakan. Istilah “gerak badan” (1945-1950) masih banyak dipergunakan di sekolah dasar maupun sekolah menengah.
Di sekolah-sekolah diberikan aktivitas gerak badan dalam bentuk permainan, atletik, senam dan khusus untuk sekolah menengah tinggi (sekarang SMA) ditambahkan dengan latihan militer. Beberapa masalah yang mendapat perhatian khusus dalam pelaksanaan gerak badan antara lain: (a) gerak badan untuk anak perempuan dilaksanakan terpisah, (b) perlunya nasihat dokter untuk melaksanakan gerak badan, (c) bahan pengajaran diambil dari permainan dan kesenian tradisional, (d) perlunya musik, (e) perlunya kepanduan, (f) perlunya pencegahan ekses dalam perlombaan, dan (g) perlunya pemerintah membiayai kegiatan berupa lapangan olahraga di setiap sekolah, menolong sekolah partikulir dan mengadakan kursus-kursus kilat bagi guru-guru.
Menteri Pengajaran pada waktu itu yaitu Ki Hajar Dewantoro mengeluarkan Instruksi Umum yang berisi pembinaan rohani dan jasmani murid-murid dengan semangat kebangsaan Indonesia. Dampak instruksi tersebut dapat dilihat dari kegiatan di sekolah yang berupa pendidikan jasmani, namun pelaksanaan instruksi tersebut belum diperoleh data evaluasinya.            Usia kabinet pertama yang kurang dari tiga bulan kemudian diganti dengan Kabinet II yang berbentuk parlementer di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Sutan Sjahrir yang dilantik pada tanggal 14 November 1945.
Pada kabinet II Kementerian Pengajaran dirubah namanya menjadi Kementerian Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan (P.P.K) dengan menterinya Mr. Todung Gelar Sultan Gunung Mulia. Dalam kabinet ini juga belum banyak dilakukan kegiatan-kegiatan pendidikan termasuk kegiatan pendidikan jasmani karena situasi negara yang semakin memanas, terutama karena kesalahpahaman antara RI dengan Tentara Serikat yang diboncengi oleh Belanda. Pada tahun 1945 telah dapat dibentuk Inspeksi Pendidikan Jasmani di Jawa dengan nama Inspeksi Olahraga yang dikepalai oleh Sadarjun Siswomartojo yang berkedudukan di Jakarta
Tahun 1946 dengan berpindahnya pusat pemerintahan ke Yogyakarta, secara berangsur pula Kementerian P.P.K dipindahkan ke Surakarta. Namun pimpinan Inspeksi Olahraga tetap berada di Jakarta, sedangkan di Solo diadakan kantor Inspeksi Olahraga sebagai cabang dari Jakarta yang dikepalai oleh R. Mohammad Abdoellah Noerbambang. Tahun 1947 yaitu sesudah perang Agresi Belanda I Inspeksi Olahraga  di Surakarta berstatus Inspeksi penuh dan tidak merupakan cabang dari Inspeksi Olahraga di Jakarta dan mempunyai daerah kekuasaan yang meliputi daerah Renvile di Jawa. Nama Inspeksi Olahraga di Solo dirubah menjadi Inspeksi Pendidikan Jasmani.
Pada bulan September tahun1948 diselenggarakan Konferensi Pendidikan Jasmani di Solo. Di Yogyakarta sendiri telah dapat diselenggarakan Kursus Aplikasi Pendidikan Jasmani yang mendidik guru-guru pendidikan jasmani SLP untuk mencapai ijazah A untuk pendidikan jasmani.
Tahun 1948 di Sarangan, gunung Wilis yang merupakan wilayah Karesidenan Madiun atas kerja sama Kementerian Pertahanan dan Kementerian P.P & K diselenggarakan Sekolah Olahraga (SORA) yang mendidik guru-guru olahraga untuk angkatan perang (disebut MA) juga sejumlah guru olahraga untuk SLP . Angkatan-angkatan MA diwajibkan  menjalani latihan-latihan gerak badan sebagai bagian mutlak dari pendidikan militer mereka selama enam bulan. Program pendidikan yang diselenggarakan mencakup permainan, atletik, renang, anatomi, fisiologi, bahasa dan ilmu jiwa. Kehidupan sehari-hari berlangsung dengan disiplin militer sesuai denga kehidupan akademi militer.
Penyelenggaraan PON I, 9-12 September 1948 merupakan tugas tambahan bagi personil Inspeksi Pendidikan Jasmani. Baru tahun 1948 diadakan perubahan susunan kementerian dengan dibentuknya badan-badan inspeksi, seperti: (a) Inspeksi Sekolah Menengah Umum yang meliputi SMA dan SMP, (b) Inspeksi Sekolah Guru meliputi sekolah rakyat, (c) Inspeksi SKP, (d) Inspeksi Sekolah Teknik, (e) Inspeksi Sekolah Dagang dan (f) Inspeksi Pendidikan Jasmani.
Pada Agresi Belanda II yaitu tanggal 19 Desember 1948, kota-kota besar diduduki Belanda termasuk kota Yogyakarta yang merupakan pusat pemerintahan Republik Indonesia . Praktis segala kegiatan pemerintahan terhenti sedangkan segala tenaga dan usaha diarahkan pada perjuangan fisik untuk memperthankan kedaulatan Republik Indonesia dari kekuasaan Belanda. Dua orang Adjun Inspektur Pendidikan Jasmani gugur sebagai pahlawan bangsa yaitu Sdr. Imam Soekarno dan Soewito.
Setelah Agresi Belanda II berakhir dan Republik Indonesia telah mendapatkan kembali kedaulatannya, maka pada bulan Juli 1949 diadakan kembali reorganisasi dan susunan baru Kementerian P.P & K dengan terbentunya tiga jawatan, yaitu : jawatan pendidikan masyarakat, jawatan pengajaran, dan jawatan kebudayaan.
Pada masa pemulihan ini juga pada tanggal 17 Agustus 1950, maka semua Kementerian yang berada di Yogyakarta dipindahkan ke Jakarta dan digabungkan menjadi satu dengan Kementerian Republik Indonesia Serikat (RIS) yang sejenis. Tahun ini merupakan penyusunan kembali tenaga-tenaga pendidikan jasmani dan penyempurnaan organisasi yang diwujudkan dengan membentuk tujuh buah inspeksi pendidikan jasmani daerah provinsi, yaitu inspeksi pendidikan jasmani Sumatera Utara, Sumatera Tengah, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta/Solo, dan Jawa Timur. Sedangkan Inspeksi Pendidikan Jasmani Karesidenan telah terbentuk 13 buah yaitu di Kedu, Yogyakarta, Solo, Madiun, Kediri, Bojonegoro, Surabaya, Pati Madura, Besuki, Jakarta, Priangan, dan Cirebon.
Dikeluarkannya Undang-Undang No. 4 Tahun 1950 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk Seluruh Indonesia sangat bersejarah dan monumental yaitu pada pasal 3 tentang pendidikan dan Bab VI Pasal 9 tentang pendidikan Jasmani. Pasal 3 berbunyi “Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air”
Sedangkan, Bab VI Pasal 9 berbunyi “Pendidikan Jasmani yang menuju pada keselaran antara tumbuhnya badan dan perkembangan jiwa dan merupakan usaha untuk membuat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang sehat dan kuat lahir dan bathin, diberikan pada segala jenis sekolah”
Terbitnya Undang-Undang No. 4 Tahun 1950 yang kemudian menjadi Undang-Undang No. 12 Tahun 1954 memberikan landasan yang kuat kepada pelaksanaan olahraga di sekolah. Istilah pendidikan jasmani digunakan dalam kurun waktu tahun 1950-1961 menggantikan istilah gerak badan. Untuk melaksanakan tujuan dari pendidikan sesuai dengan bunyi pasal 3 tentang tujuan pendidikan dan pengajaran harus meliputi kesatuan rohani dan jasmani, maka pertumbuhan jiwa dan raga harus mendapat perhatian seimbang menuju keselaran perkembangan intelektual dan perkuat badan. Keselaran menjadi pedoman agar pendidikan jasmani terpisah dari pendidikan keseluruhan. Pendidikan jasmani diharapkan mampu menjadi media untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan badan dalam arti preventif dan juga kuratif
Dalam usaha mewujudkan pelaksanaan cita-cita sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Pokok Pendidikan dan Pengajaan No. 4 Tahun 1950 dengan Keputusan No. 3672/B tanggal 24 Mei 1950 dan No. 6216/B tanggal 9 Agustus 1950 telah dibentuk Sekolah Guru Pendidikan Djasmani (SGPD) di Yogyakarta dan Bandung. Dengan Surat Keputusan Kemeterian P.P & K di Yogyakarta telah ditetapkan tentang:
a)           Diadakannya Kursus Aplikasi Pendidikan Jasmani bagi guru-guru Sekolah Rakyat (SK No. 619/B tanggal 24 Januari 1950)
b)           Diadakannya pertandingan dan perlombaan bagi pelajar sekolah-sekolah lanjutan (SK No. 7488/B tanggal 24 Agustus 1950)
c)            Diadakannya Kursus Pendidikan Jasmani tertulis (Simpal) ( SK No. 419/B tanggal 17 Desember 1949)
Dengan adanya Undang-Undang No. 4 Tahun 1950, maka secara jelas tersurat tentang definisi, tugas, dan fungsi pendidikan jasmani di sekolah, untuk itu Inspeksi Pusat Pendidikan Jasmani karena dianggap sebagai  bagian dari Jawatan Pengajaran Kementerian P.P & K segera melancarkan kegiatannya dalam kurun waktu 1950-1955, yaitu:
a)        Adanya Kantor Inspeksi Pendidikan Jasmani
Di daerah-daerah dapat dibentuk Kantor Inspeksi Pendidikan Jasmani Daerah selain Kantor Inspeksi Pendidikan Jasmani Pusat di Jakarta, yaitu:  12 buah Kantor Inspeksi Pendidikan Jasmani Daerah/Kotapraja Jakarta, 31 buah Kantor Inspeksi Penjas Karesidenan, dan 356 Kantor Inspeksi Penjas Kabupaten, Wilayah dan Kotabesar.
b)        Adanya Sekolah Guru Pendidikan Djasmani (SGPD)
Didirikannya Sekolah Guru Pendidikan Djasmani (SGPD) di Yogyakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan Makassar. Tujuan didirikannya SGPD adalah untuk mendidik dan member pelajaran beserta latihan kepada para pemuda yang berhasrat menjadi guru pendidikan jasmani pada Sekolah Lanjutan Pertama (SLP). Lama pendidikan empat (4) tahun, dengan syarat bahwa yang bersangkutan lulus SMP bagian B. Tingkatnya sederajat dengan SMA.
c)        Mengadakan kursus-kursus
(a)       Kursus Ulangan Pendidikan Djasmani (KUPD) untuk guru S.D yang bertujuan untuk menambah pengetahuan dan kecakapan guru-guru SD agar pendidikan jasmani pada sekolah itu dapat berjalan dengan baik. Lama kursus 2 minggu, dengan isi rencana pengajaran yang diutamakan adalah kecakapan praktek
(b)       Kursus Instruktor Pendidikan Djasmani (KIPD) yang bertujuan memberi kesempatan kepada mereka  yang diserahi pekerjaan instruktor untuk menambah pengetahuannya tentang pendidikan jasmani
(c)       Kursus Aplikasi Pendidikan Djasmani (KAPD) untuk guru-guru SLP yang bertujuan member kesempatan untuk guru-guru pendidikan jasmani yang tidak berijazah SLP menambah pengetahuannya, kecakapan dan ketangkasannya tentang mata pelajaran pendidikan jasmani.
d)        Mengadakan perlombaan-perombaan
1.     Pancalomba (Ateletik) untuk SLP dan SLA bertujuan menuju pada keselarasan badan dan perkembangan jiwa para pelajar. Nomor yang  diusahakan pada Pancalomba yaitu: lari cepat, lompat jauh, lompat tinggi, lempar lembing, dan lempar cakram.
2.     Perlombaan/pertandingan di Sekolah Dasar. Permainan yang disarankan adalah kasti
3.     Gerak jalan, terbuka untuk seluruh lapisan masyarakat dilakukan sekali setahun. Jarak yang ditempuh 10, 15, 25 dan 35 km.
e)        Uji Ketangkasan
1.     Atletik, diadakan untuk murid-murid SLP dan SLA putera dan puteri. Bertingkat A, B, dan C. Nomor-nomor yang diusahakan yaitu lari cepat 60-80 m, lompat jauh 2.75-3.25 m, lompat tinggi 0.90-1.10 m, lempar lembing 600 gram 12.50-20 m, dan tolak peluru 3 kg. Jika telah lulus satu tingkat maka akan diberikan surat keterangan tanda lulus untuk tingkat itu.
2.     Renang, diadakan untuk murid-murid SLP dan SLA putera dan puteri dengan tingkatan A, B dan C. Nomor yang diusahakan yaitu (Tingkat C): renang cepat sampai dengan 50 m dalam waktu antara 60-55 detik, renang jauh 200 m, renang menolong,  lompat indah, dan polo air.
Perkembangan kelembagaan tinggi pendidikan jasmani dan olahraga pada saat itu tidak lagi ditangani oleh Inspeksi Pusat Pendidikan Jasmani dan Kementerian P.P & K. namun lebih cendrung bersifat mandiri. Adapun perkembangan kelembagaan tinggi pendidikan jasmani dan olahraga dari kurun waktu 1945-1956 adalah sebagai berikut:
a)        Tahun 1947 di Bukittinggi telah dibuka Sport akademi dibawah pimpinan Adr. Ali Murtolo. Lembaga ini berada di luar Inspeksi Pendidikan Jasmani.
b)        Tahun 1948 di Sarangan di lereng Gunung Wilis didirikan Sekolah Olahraga (SORA) atas kerjasama Kementerian Pertahanan dan Kementrian P.P & K
c)         Tahun 1950 di Yogyakarta telah didirikan Akademi Pendidikan Jasmani yang kemudian menjadi bagian dari Fakultas Paedagogi dari Universitas Gajah Mada.
d)        Tahun 1951, Inspeksi Pendidikan  Jasmani mengadakan kursus B-I Pendidikan Jasmani  dengan masa kursus 2 tahun dan menerima peserta dari lulusan SMA. Lulusan B-I Penjas nantinya akan menjadi guru penjas di SLA.
e)        Sebagai kelanjutan kursus B-I Penjas dibuka kursus Penjas B-II yang lama kursus 2 tahun setelah menamatkan B-I
f)          Tahun 1953 di Bandung didirikan Lembaga Akademi Pendidikan Jasmani yang kemudian menjadi Akademi Pendidikan Jasmani (APD)
g)        Tahun 1954 di Bandung didirikan Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) yang mempunyai Jurusan Pendidikan Jasmani yang kemudian berubah menjadi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Dalam perkembangannya APD dan FKIP diintegrasikan ke Universitas Padjajaran menjadi Fakultas Pendidikan Djasmani.

B.        Pengaruh Kurikulum Pendidikan
Perubahan kurikulum pendidikan yang dilakukan pemerintah memberikan dampak yang sangat besar terhadap pencapaian tujuan pendidikan itu sendiri. Perubahan kurikulum itu sendiri dengan sendirinya akan  menentukan juga arah dari pendidikan. Tentunya perubahan kurikulumm  ini seharusnya memiliki dasar yang kuat dan bukan didasari oleh faktor politik yang sedang berkuasa.
Penetapan kurikulum pendidikan di Indonesia sebenarnya sudah dimulai dari tahun 1947. Pada waktu itu hanya 4 mata pelajaran; Penjas/IPA/bahasa/Psikologi mungkin saja yang memang dianggap penting dan yang ada hanya pelajaran itu saja. Namun yang tercatat sebagai awal penetapan kurikulum dimulai sejak tahun 1974 kemudian terus berkembang sampai sekarang pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Perubahan yang terjadi pada kurikulum mamerlukan waktu kurang lebih setiap sepuluh tahun. Namun yang menjadi pertanyaan yang mendasar apakah perubahan kurikulum ini disebabkan karena telah tuntasnya pencapain tujuan? atau karena kurikulum tersebut sudah tidak relevan dengan kondisi zaman saat itu.
Perubahan kurikulum pendidikan ini jika karena fator pertama tentunya bangsa indonesia harusnya sudah berada pada kondisi yang mana telah dirancang sesuai harapan. Namun jika karena faktor yang kedua maka sesungguhnya arah pendidikan bangsa ini tidak memiliki visi yang jelas. Jika pendidkan dalam bangsa tidak memiliki visi yang jelas bagaimana mungkin akan melaksanakan misi pendidikan. Jadi wajar saja bangsa indonnesia tidak mempunyai bentuk pada saat ini. Jika di katakan sebagai orang timur yang memiliki tatakrama sopansantun yang lembut yang terjadi saat ini tidaklah demikian. Jika berpikiran dan memilki budaya barat juga tidak mencapai kemajuan dalam segala sendi kehidupan yang menguasai iptek seperti negara-negara maju yang ada  di benua Amerika, Eropa dan lainya.
Perjalanan perkembangan kurikulum pendidikan dimulai dari tahun :
1.      Tahun 1950 ada kurikulum SD yang disebut “Rencana Pelajaran Terurai”.
2.     Tahun 1960 muncul “Kurikulum Kewajiban Belajar Sekolah Dasar”.
3.      Tahun 1968 dikenal “Kurikulum 1968″ pengganti “Kurikulum 1950″.
4.     Tahun 1970 muncul “Kurikulum Berhitung” diganti dengan pelajaran matematika modern.
5.      Tahun 1975 disebut “Kurikulum 1975″ yang fokus pada pelajaran matematika dan Pendidikan Moral Pancasila serta Pendidikan Kewarnegaraan.
6.      Pada tahun 1984 menyempurnakan Kurikulum 1975 dengan “Cara Belajar Siswa Aktif” (CBSA).
7.     Tahun 1991 CBSA dihentikan lalu muncul “Kurikulum 1994″.
8.      Tahun 2004 dikenal “Kurikulum Berbasis Kompetensi” (KBK), yang dipelesetkan jadi Kurikulum Berbasis Kebingungan.
9.     Terakhir tahun 2006 muncul “Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan” (KTSP).
Entah berapa tahun lagi ada kurikulum baru yang membuat bingung semua pihak. Siswa kita jangan dijadikan “kelinci percobaan”.
Pergantian kurikulum yang dilakukan sama  halnya dengan pergantian nama untuk penjas yang terjadi pada era kemerdekaan. Namun secara prinsipnya tetap tidak terjadi perubahan hanya berganti nama saja. Sepertinya setiap pergantian kurikulum pendidikan dari satu periode ke periode selanjutnya tidak pernah memberikan keberpihakan pada pendidikan jasmani. Pada kurikulum tahun yang berlaku pada tahun 1980-an jumlah jam pendidikan jasmani hanya 3 jam pelajaran perminggu untuk tingkat SD sampai dengan SMA. Begitu juga pada  kurikulum di era tahun 1990-an juga tidak memiliki penigkatan. Bahkan untuk kurikulum di  era tahun 2000-an yang sudah mengalami perubahan  sebanyak tiga kali namun masih saja tidak memberikan  perubahan yang berarti bagi pendidikan jasmani.
Campur tangan pemerintah dalam menentukan arah pendidikan tidak bisa dipisahkan dari kepentingan politis siapa yang menjabat pada saat itu. Sedangkan pendidikan merupakan hal yang bersih seharusnya terlepas dari segala kepentingan  apapun. Jika dilihat dari sejarah pada tahun 1945 bahwa pendidikan jasmani dijadikan alat untuk dapat mempersiapkan ketahanan negara yang berbentuk latihan militer. Melalui pendidikan jasmani mampu membangkitkan rasa  nasionalisme yang tinggi, sebagai media pembentukan karakter yang dilakukan pada waktu itu. Hal ini membuktikan bahwa sebenarnya kurikulum yang disusun oleh pemerintah tidak lepas dari apa yang  menjadi tujuan dari pemegang kekuasaan dan kondisi saat itu. Sehingga bisa jadi kurikulum pendidikan di Indonesia ini berbasis kondisi dan situasi bukan berdasarkan rancangan jauh kedepan yang memiliki pandangan-pandangan masa depan yang ingin di rancang mau jadi apa nantinya.
Memanglah demikian jika pendidikan tidak lepas dari tanggung jawab pemerintah karena dengan pendidikan akan dapat membentuk warga negara yang sesuai dengan harapan dari negara tersebut. Oleh karena itulah perlunya dan pentingnya disusun kurikulum yang akan menajdi rel pada saat berjalanya program pendidikan. Namun yang sangat disayangkan bahwa kurikulum yang ada di negra ini yang telah berjalan selama kurun waktu kurang lebih selama 68 tahun terhitung sejak indonesia merdeka belum memberikan arah yang sanagt jelas mau dibawa kemana pendidikan kita. Secara undang-undang sudah sangat jelas arah tujuan pendidikan namun di dalam kurikulum sebagai pelaksana dari undang-undang malah tidak mencerminkan arah pencapaiannya. Pencapaian yang didasarkan pada skala jangka pendek (setiap tahun, menegah, dan pendapaian antara.
Sepanjang perjalanan perkembangan kurikulum yang dimulai dari tahun 1950 proporsi untuk pendidikan jasmani seakan-akan dikesampingkan dari sistem pendidikan seolah-olah sudah kurang diangggap penting. Yang terjadi saat itu lebih ditekankan pada mata pelajaran berhitung atau matematika sampai tahun 1975. Pada era tahun 1975  sampai  era tahun 90 an merupakan dipandang sebagai era propaganda politik dari pengusa pada saat itu yang lebih dikenal dengan masa orde baru. Penekanan kurikulum adalah pada bagaimana dapat mempertahankan kekuasaan dengan dalih pembentukan kewarganegaraan melalui bidang studi Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Propaganda dilakukan dengan memberikan pandangan-pandangan terhadap peristiwa sejarah yang belum dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya setelah diketahui kebenaran sejarah saat ini. Masa itu pelajaran di kenal dengan mata pelajaran Pergerakan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB). Memang jika di amati di Indonesia keberadaan dan kdudukan pendidikan tidak lepas dari kepentingan politik yang seharusnya bersih dari unsur-unsur tersebut. Karena pada prinsipnya tujuan pendidikan adalah untuk membentuk kematangan mental dan sikap manusia secara indiviual sehingga menjadi manusia yang bermanfaat untuk negara juga orang lain.
Kurikulum pendidikan yang dipakai saat ini adalah Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP), untuk pelaksanaan pendidikan jasmani jika dipandang lalu disesuaikan dengan kondisi keadaan yang sudah maju dan modern maka ditemukan kelemahan dan  kekurangan. Pelaksanaan  pendidikan jasmani terdapat pembatasan-pembatasan pada aktivitas cabang olahraga, pembatasan ini dilakukan dalam bentuk pembagian cabang olahraga wajib dan pilihan. Jika  hal ini yang dilakukan bagaimana dengan peserta didik yang harus bisa pada cabang olahraga wajib sedangkan ia sendiri tidak berminat atau menyukai melalui aktivitas itu, sehingga pada saat pelaksanaan penjas peserta didik melakukan dengan rasa terpaksa. Bagaimana mungkin akan mencapaia hasil yang optimal jika dilakukan engan rasa terpaksa. Seharusnya pada pendidikan jasmani tidak perlu dilakukan pembatasan pendekatan cabang olahraga. Hal ini juga bertentangan dengan folosofis dari KTSP yang menekankan pelaksanaan di sesuaikan dengan kondisi sekolah serta lingkungan. Seperti halnya untuk daerah pesisir pantai, sungai kegiatan penjas lebih cocok pendekatannya melalui aktivitas air; berenang, dayung dan lainnya. bukan penekannya untuk sepak bola, volly dan lain-lain namun jika ada peserta didik yang berminat juga tidak dilarang dilaksanakan.   

C.        Pendidikan jasmani saat ini
Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh manusia dalam rangka menciptakan generasi yang lebih baik pada masa yang akan datang. Beragai cara  sudah di tempuh guna mensiasati supaya apa yang dicita-citakan dan apa yang menjadi tujuan dari pendidikan itu sendiri dapat terwujud. Oleh karenanya keterlaksanaan sebuah proses pendidikan tergantung dari apa yang direncanakan yang tertuang dalam cita-cita pendidikan itu sendiri. Sehingga untuk mencapai tujuan pendidikan secara utuh dan menyeluruh perlu adanya langkah dan rencana stratejik .
Setiap mata pelajaran memiliki ciri karakteristik tersendiri, secara langsung maupun tidak langsung  dengan sendirinya dari mata pelajaran memiliki hubungan dan keterkaitan antara mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran yang lain. Masing-masning memiliki peran dan fungsi sendiri dan saling mendukung dalam pencapaian hasil belajar dari peserta didik.  Oleh karena itu tidak dapat memandang bahwa mata pelajaran yang satu lebih penting dari mata pelajaran yang lain. Sehingga karena dianggap penting maka mengorbankan mata pelajaran yang dianggap tidak penting seperti pengaturan jumlah jam pelajaran. Seperti kondisi yang terjadi saat ini beban  belajar para peserta didik lebih berat untuk mata pelajaran yang di laksanakan pada Ujian Nasional (UN). Jika dilihat secara kuantitas jam belajar maupun secara beban materi yang harus dipelajari. Jika hal ini dibiarkan   terus berlarut berkepanjangan akan dapat mengakibatkan tidak seimbangnya pertumbuhan para peserta didik, apalagi tanpa disokong dengan kondisi fisik yang bugar. Kehadiran dari semua mata pelajaran yang diberikan secara utuh menurut proporsinya dan jika dilaksanakan sesuai dengan peran dan fungsinya akan membentuk peserta didik  yang memiliki pertumbuhan secara seimbang. Tidak memandang perkembangan jasmani itu lebih penting dari perkembangan intlektualnya atau sebaliknya memandang perkembangan intlektual itu lebih penting dari perkembanagn jasmaninya. Atau mengedapankan kedua aspek tersebut, perkembangan jasmani dan kecerdasannya  sementara mengabaikan dari perkemangan perilaku  dan mentalnya. Oleh karena itu maka setiap mata pelajaran memiliki arti, fungsi dan peran tersendiri yang sama pentingnya.
Setiap mata pelajaran memang memiliki ciri khusus seperti pada mata pelajaran matematika, bahasa, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Agama , Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) lebih dominan pada ranah kognitif.  Artinya bagaimana otak bekerja lebih di optimalkan untuk mampu terus berfikir. Sedangakan secara khusus yang menangani pada aspek fisik hanya mata pelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan saja. Mata pelajaran Pendidikan Jasmani bertanggung jawab sepenuhnya terhadap perkembanagn fisik seluruh peserta didik di sekolah. Melalui pendidikan  jasmani seluruh peserta didik diharapkan dapat  memiliki tubuh yang sehat dan bugar.  Karena dengan memiliki tubuh yang sehat tentunya peserta didik barulah bisa melakukan aktivitas belajar dengan nyaman. Sehingga diharapkan nantinya akan dapat dengan memudahkan meraih prestasi belajar yang maksimal.
Pelaksanaan pembelajaran disekolah khusunya pada mata pelajaran pendidkan jasmani keberhasilannya sangat dipengaruhi oleh faktor guru. faktor guru memegang peran yang sangat strategis. Karena keseharaian tugas seorang guru penjas memiliki intensitas  yang tinggi karena selain menyelesaikan tugas yang ada disekolah, juga harus menyelesaikan tugas yang ada dirumah untuk menyiapkan rencana pembelajaran untuk esok hari.  Karena pada prinsipnya tugas seorang guru penjas tidak dapat digantikan oleh guru mata pelajaran yang lain. Oleh karena itu seorang guru pendidkan jasmani dituntut untuk dapat bekeja secara profresional sebagai seorang guru.
Guru pendidikan jasmani adalah individu yang memeperoleh pendidikan akademik dan/atau profesional dari bidang penjas dalam berbagai jenjang serta memiliki seperangkat kemapuan dan kewenangan untuk melakasanakan pendididkan melalui aktivitas fisik. Hal yang serupa juga dikatakan bahwa guru penjas yang profesional harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1).Memiliki kemampuan merencanakan dan merancang program pembelajaran harian, mingguan, catur wulan dan tahunan. 2). Kemampuan mendidik melalui aktivitas jasmani. 3). Kemampuan mengevaluasi pembelajaran. 4). Kemampuan menggunakan hasil evaluasi untuk kegiatan remidial.
Sehingga sebenarnya guru penjas yang profesional adalah guru yang memiliki segenap kemampuan yang digunakan untuk mendidik sehingga dapat mengembangkan peserta didik secara selaras dan seimbang. Perkemangan peserta didik yang selaras dan seimbang satu diantaranya adalah ditandai dengan dimilikinya kemampaun secara fisik berupa kondisi badan yang sehat, jauh dari penyakit dikarenakan berfungsinya sistem kekebalan tubuh.  Untuk dapat memiliki sistem kekebalan tubuh maka peserta didik harus senantiasa menjaga tingkat derajat kesehatan atau kebugaran jasmaninya.
Pelaksanaan pendidikan  jasmani disamping karena faktor guru juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lain seperti; sarana dan prasarana olahraga baik yang ada disekolah maupun yanga ada dilingkungan masyarakat sebagai sarana untuk latihan, faktor biaya yang tersedia yang mendukung kegiatan pendidikan jasmani.
Pelaksanaan pembelajaran pada pendidikan jasmani yang terjadi saat ini telah terjadi perubahan arah dan tujuan. Yang terjadi di lapangan saat ini di kalangan para guru penjas sendiri terdapat dulisme pandangan terhadap konsep tentang pendidikan jasmani di sekolah.
1.    Pandangan pertama memandang penjas sebagai sarana untuk membantu mencapai perkembangan peserta didik secara menyeluruh. Sehingga arah tujuan  yang ingin dicapai adalah kesegaran jasmani peserta  didik.
2.    Pandangan yang kedua adalah pendidikan jasmani merupakan mata pelajaran yang berdiri sendiri, memiliki tujuan prestasi olahraga sehingga guru berupaya menjadikan peserta didiknya untuk menjadi atlet. Merupakan suatu kebanggan bagi guru jika muridnya bida menjadi atlet dan terus menajdi juara.
Konsep tentang pendidikan jasmani menurut pandangan yang pertama, bahwa para guru memahami konsep ini memang seperti apa yang diharapakan dalam pendidikan jasmani yang sebenarnya.  Artinya tujuan dari pelaksaan dalam PBM adalah agar pererta didik memiliki kesegran jasmani sehingga akan dapat mengembangkan kemampuan seluruh organ da sistem syaraf, peredaran darah, otot, persendian dan tulang pada tubuh sehingga akan membantu para peserta didik dengan mudah untuk mencapai prestasi belajar pada mata pelajaran lain.
Menurut pandangan kelompok yang kedua memahami konsep tentang pendidikan jasmani adalah bahwa pendidikan jasmani adalah mata pelajaran sendiri yang memiliki tujuan untuk mencapai prestasio dalam bidang olah raga.nSehingga di dalam PBM yang dilakukan bagaimana supaya siswa mampu memiliki keterapilan teknik gerakan. Sehingga aktivitas mulai dari SD, SMP dan SMA jika dilihat dari arah dan tujuan tidak lagi sesuai dengan harapan. Permasalahannya adalah para guru memiliki pandangan dan tujuan yang berbeda-beda. Sehingga pada tataran pelaksanaanya dilakukan sesuai dengan keingginan dari masing-masing  guru. Pandangan dari kebanyakan guru pendidikan jasmani bahwa pelaksanaan pendidikan jasmani adalah untuk mencapai prestasi karena pada usia sekolah sudah ada  perlombaan dan pertandingan yang dilaksanakan sampai tingkat nasional (O2SN). Sehingga  menyebabkan guru berlomba-lomba menjadikan peserta didiknya untuk menjadi atlet, sehingga secara tidak langsung akan memberikan dampak positif  kepada guru bersangkutan. Jika padangan-pandangan  ini yang menyebabkan maka dapat disimpulkan bahwa faktor pemahaman konsep tentang pendidikan jasmani oleh para guru juga satu dari penyebab mengapa peserta didik tidak menjadi bugar.
Keberhasilan dalam proses pembelajaran yang dilakukan seorang guru tergantung pada perencanaan yang buat sebelum pelaksanaan permbelajaran. Sehingga arah dan alur pelaksanaan pembelajaran menjadi lebih jelas, yang disesuaikan dengan tujuan dari pembelajaran. Oleh karena itu untuk mengetahui apakah proses pembelajaran sudah mencapai tujuan maka diperlukanlah evaluasi sebagai alat kontrol yang mencakup kegiatan pengukuran dan penilaian. Yang terjadi di lapangan sekarang ini pada saat pembelajaran para guru mengalami kebingungan untuk melaksanakan penilaian, apakah penilaian terhadap proses dari pembelajaran yang dijadikan indikator pengukuran dari penilaian atau penilaian terhadap hasil atau produk. Sehingga bentuk penilaian yang digunakan pada saat pembelajaran menjadi sangat beragam.

D.        Pokok-pokok pikiran
1.         Pengaruh Pemahaman Konsep tentang Penjas
Melakukan perubahan dalam rangka memperbaiki satu kondisi pendidikan jasmani yang sudah kacau bukanlah perkara yang mudah untuk dilakukan. Untuk dapat mewujudkan perubahan maka terlebih dahulu harus dimulai  dengan merubah paradigma (mindsett) atau cara pandang para guru penjas yang selama ini telah mengakar cukup lama dalam pikiran. perubahan tidak dapat langsung dilakukan secara seluruh  dan serempak namun dimulai dari skala yang kecil, kemudian meningkat pada skala yang lebih luas. Oleh sebab itu langkah pertama yang harus dilakukan adalah memberikan pemahaman konsep tentang pendidikan jasmani kepada para guru dengan benar. karena jika salah dalam memahami konsep dari pendidikan jasmani maka tidak akan pernah mencapai tujuan.
Untuk dapat memahami konsep pendidikan jasmani  dengan benar maka seoarang guru penjas dituntut untuk mengerti makna yang terkandung dalam pendidikan jasmani itu secara utuh dan enyeluruh. Artinya seorang guru penjas harus memahami tentang filosofis  dari pendidikan jasmani yang mencakup tiga syarat:
1.         Seorang guru pendidikan jasmani harus paham terhadap definisi dari pendidikan jasmani.
2.         Seorang guru pendidikan jasmani  harus  paham tentang kemanfaatan dari pendidikan jasmani.
3.         Seorang guru pendidikan jasmani memahami bagaimana untuk melaksanakannya.
Pertama memahami definisi dari pendidikan jasmani diartikan sebagai kemampuan seorang guru pendidikan jasmani untuk menempatkan kedudukan dari mata pelajaran yang diampunya  terhadap mata pelajaran yang lain. Guru pendidikan jasmani harus mampu memposisikan bahwa pendidikan jasmani itu setara dan sama pentingnya dengan mata pelajaran yang lain. Hal yang mendasari bahwa pendidikan jasmani setara dan sama pentingnya dengan mata pelajaran yang lain adalah karena setiap mata pelajaran memiliki karakteristik yang berbeda. Artinya aspek yang akan dikembangakan dari peserta didik melalui proses pembelajaran dari setiap mata pelajaran tentu berbeda. Karena pada mata pelajaran selain pendidikan jasmani (ilmu alam, ilmu sosial dan matematika) aspek yang dikembangkan dari peserta didik adalah aspek kecerdasan otak (kognitif) dan aspek afektif. Sehingga untuk mengembangkan aspek fisiknya (yang mencakup psikomotor) merupakan tanggung dari mata pelajaran pendidkan jasmani sepenuhnya. Sehingga inilah maksud dari makna “bagian integral  dari pendidikan keseluruhan”. adalah bagaimana memposisikan kedudukan pendidiakn jasmani sebagai mana penjelasan  di atas.
Selama ini yang terjadi para guru pendidikan jasmani memahami konsep dari pendidikan jasmani “bagian integral dari pendidikan keseluruhan” adalah memandang pendidikan jasmani itu sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri sama halnya dengan mata pelajaran lainnya. Sehingga kecendrungan keberadaan dari pendidikan jasmani juga untuk mengembangkan aspek kognitif peserta didik. Yang harus disadari oleh guru pendidikan jasmani bahwa kecerdasan yang merupakan hasil dari fungsi otak, merupakan bagian dari tubuh secara keseluruhan. Apabila satu diantara organ bagian tubuh terganggu karena sakit, maka seluruh sistem organ tubuh ikut terganggu pula. Hal ini dikeranakan seluruh organ yang ada dalam tubuh saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Oleh karena itu keberadaan pendidikan jasmanai di sekolah adalah untuk mempersiapkan tubuh sebagai pondasi dasar untuk mengembangakan segala potensi  dari peserta  didik baik ranah kognitif, afektif dan psikomotor yang semuanya bersemayam dalam tubuh.
Kedua guru pendidikan jasmani harus memahami manfaat dari pendidikan jasmani. Jika berbicara tentang manfaat maka seorang guru pendidikan jasmani harus  bertanya pada dirinya, untuk apa saya ada disini (ada di sekolah)?, apa yang akan saya berikan untuk sekolah? untuk peserta didik? Pertanyaan-pertanyan di atas merupakan dasar bagi seoarang  guru untuk memahami tentang kemanfaatan dari pendidikan jasmani. Oleh karena itu seorang guru pendidikan jasmani agar supaya pendidikan jasmani dapat memberikan manfaat maka ia harus mampu mencapai tujuan dari pendidikan jasmani. Berdasarkan pengertiannya bahwa tujuan dari pendidikan jasmani  “meningkatkan individu secara organik, neomusular, intlektual, dan emosional”. Yang menjadi penekanan dalam tujuan pendidikan jasmani yang utama adalah faktor perkembangan peserta didik dari sisi perkembangan organik serta perkembangan neomuskular. Bericara tentang perkembangan organik dan neomuscular maka akan berkaitan tentang kondisi fisik secara keseluruhan. Berkembangnya  fungsi organ (organik) dan sistem syaraf (neouscular) peserta didik, hal ini erat kaitannya dengan fungsi dan sistem kerja oragan itu secara maksial. Oleh karena itu agar seluruh sistem ini dapat  berfungsi dengan baik maka syarat  utama adalah peserta didik harus berbadan sehat. Derajat kesehatan peserta didik dapat dilihat dari kesegaran  jasmaninya. Semakin tinggi tingkat kesegaran jasmani maka dapat dipastikan fungsi organ dan sistem syaraf akan berfungsi secara optimal.
Peran dan fungsi pendidkan jasmani  yang utama di sekolah adalah bagaimana seluruh warga sekolah, terutama peserta didik agar senantiasa terus dalam keadaan sehat. Karena dengan kondisi badan sehat peserta didik dapat belajar dengan tenang tanpa mengalami gangguan. Tubuh perseta didik yang sehat ditandai dengan berfuingsinya seluruh organ secara normal dan maksial pada saat belajar, sehingga menghasilkan daya konsentrasi yang tinggi untuk dapat menerima materi pelajaran. Agar dapat menghasilkan daya konsentarsi yang tinggi  maka diperlukan asupan oksigen (O2) ke otak. Banyaknya asupan oksigen (O2) sangat tergantung dari kualitas sistem peredaran darah yang ada. Sedangkan sitem peredaran darah dipengaruhi oleh kapasitas kerja jangtung. Kapasitas kerja jangtung erat kaitannya dengan kondisi kesegaran jasmani. Oleh karena itu agar peserta didik memiliki daya konsentrasi yang tinggi maka syarat utama adalah  harus memilki tingkat kesegaran  jasmani yang baik.
Selama ini banyak para guru pendidikan jasmani memahami fungsi dari pendidikan jasmani adalah sama seperti mata pelajaran yang lain. Sehingga tujuan yang akan di capai di dalam pembelajaran sama seperti dengan mata pelajaran yang lain. Sedangkan aspek yang seharusnya dikembangkan sebagai tujuan utama, dari peserta didik malah diabaikan. Sehingga yang terjadi saat ini dirasakan mata pelajaran pendidikan jasmani dianggap menjadi tidak penting oleh kebanyakan guru bahkan oleh para kepala sekolah. Mengapa demikian? karena  mata pelajaran pendidikan jasmani selama ini dirasakan tidak memberikan kontribusi yang berarti bagi dunia pendidkan. Bahkan materi-materi dalam pembelajaran dalam pendidikan jasmani bagi para peserta didik menjadi beban tambahan baru. Hal ini disebakan karena harus banyak menghafal segala kejadian-kejadian dan fenomena dalam dunia olahraga yang sebenarnya tidak memberikan manfaati dalam kehidupan nyata.
Ketiga guru pendidikan jasmani harus paham bagaimana melaksanakan pembelajaran pendidikan jasmani. Pendidikan jasmani dirasakan memberikan manfaat apabila guru pendidikan jasmani mampu mencapai tujuan dari pendidikan jasmani. Sehingga untuk dapat mencapai tujuan maka syarat utama adalah pelaksanaan di dalam pembelajaran harus mencerminkan pencapain dari tujuan pendidikan jasmani.  Artinya rancangan dan pelaksanaan proses dari pembelajaran pendidikan jasmani memang benar-benar mengarah pada sasaran yang akan di capai dalam tujuan pendidikan jasmani. Sehingga muatan dan arah dari pembelajaran yang dilakukan berisikan aktivitas-aktivitas jasmani yang mampu menimbulkan minat  seluruh peserta didik untuk secara aktif   berpartisipasi.
Sehingga bentuk pembelajaran pendidikan jasmani pada saat berlangsungnya proses pembelajaran bukanlah ditekankan pada pencapaian penguasaan keterampilan gerak  cabang olahraga bagi peserta didik. Melainkan bagaimana peserta didik tersebut harus memiliki kesegaran jasmani melalui aktivitas-aktivitas yang ia sukai dengan cara apapun. Aktivitas yang menjadi media dalam pencapaian kesegaran jasmani tidak terbatas pada satu cabang olahraga ataupun diarahkan pada cabang olahraga tertentu. Pesrta didik diberi kebebasan untuk memilih satu, dua atau lebih cabang olahraga yang ia sukai. Selain untuk mengembangakan gerak multilateral penekanan yang utama adalah untuk  mencapai kesegaran jasmaninya.

2.         Dualisme Profesi pada Guru Penjas
Seorang guru pendidikan jasmani sebenarnya pada dirinya telah melekat dualisme profesional yang selama ini mungkin tidak disadari. Artinya ia sebagai pendidik  dan juga sekaligus sebagai seorang pelatih. Artinya sebagai pendidik atau guru maka tak kala ia sedang berada di depan kelas pada saat pembelajara berlangsung (intrkurikuler). Namun ia juga sebagai seorang pelatih pada saat proses berlangsungnya latihan yang dilaksanakan di luar jam pembelajaran sekolah (ekstrkurikuler). Sehingga kesalahan yang terjadi selama  ini adalah tertukarnya peran dari dualisme yang ada pada diri guru pendidikan jasmani. Jika proses pembelajaran  yang dilaksanakan disekolah menekankan peserta didik untuk mampu menguasai teknik keterapilan cabang olah raga, maka tentunya implikasi  dari pencapaian teknik keterapilan adalah berorientasi pada efektifitas gerak untuk mencapai hasil   prestasi maksial. Sebenarnya jika  ini yang telah  dilakukan oleh seluruh guru pendidikan jasamani  maka kesalahan dalam pelakasanaan pendidkan jasmani telah terjadi selama ini.   Karena tugas ini merupakan tugas seorang pelatih. Karena tugas utama seorang guru pendidkan jasmani adalah mengupayakan agar peserta didik sehat dan bugar. Sehingga seharusnya jika pada saat pelaksanaan pembelajaran di sekolah maka atribut yang ia pakai adalah baju guru pendidikan jasmani yang memiliki arah tujuan untuk meningkatkan kesegaran jasmani. Sedangakan pada saat ia melatih maka ia  menggunakan baju pelatih yang memiliki arah tujuan untuk meningkatkan kemapuan gerak maksial, yang mengarah dengan keterapilan gerak.

3.     Sistem Penilaian Belajar (Evaluasi belajar)
Keberadaan evaluasi dalam pembelajaran memiliki peran yang sangat penting selain berguna untuk mengukur sejauh mana keberhasilan yang telah dicapai, hasil dari evaluasi juga dapat di gunakan  untuk  mengetahui kelemahan dan kekurangan dari pembelajaran. Dalam pembelajaran pendidikan jasmani pelaksanaan evaluasi juga dilaksanakan oleh guru yang biasanya hanya untuk menetukan nilai diakhir proses  pembelajaran sebagai nilai raport. Sedangkan memanfaatkan hasil evaluasi yang berfungsi untuk mengembangkan dan meningkatkan mutu pembelajaran masih sangat minim dilakukan dikalangan guru pendidkan jasmani.
Berdasarkan pendekatan penilaian pembelajaran yang lazim digunakan oleh para guru sebenarnya mengacu pada dua pendekatan yaitu pendekatan yang menggunakan acuan norma (PAN) dan penilaian yang menggunakan acuan paktokan (PAP). Pada pendidikan jasmani pendekatan selama  ini yang sering digunakan guru dalam proses pembelajaran adalah melakukan penilaian menggunakan acuan norma (PAN).  Prosedur penilaian yang digunakan berupa format-format penilaian sebagai pedoman selama  melaksanakan pengamatan terhadap objek pengamatan (peserta didik). Sedangkan tujuan dalam penilaian yang digunakan pada pendekatan acuan norma (PAN) adalah untuk mengukur kemampuan keterampilan yang harus sudah dikuasai oleh peserta didik.
Penilaian yang menggunakan acuan patokan (PAP) dalam pendidikan jasmani oleh kebanyakan guru sering tidak dipergunakan dalam prosese pembelajaran. Pendekatan pada penilaian ini sebenarnya jauh lebih mudah jika dibandingkan, karena alat tes yang diperlukan sudah tersedia. Pada mata pelajaran pendidikan jasmani pendekatan penilaian yang menggunakan acuan patokan adalah Tes kesegaran jasmani. Patokan yang dimaksud adalah standar yang dipakai untuk menilia seluruh peserta didik sama tanpa ada pembedaan status. Tidak ada peserta didik yang merasa diperlakukan tidak adil karena kriteria yang dipakai hanya satu dan sudah jelas. Sedangkan yang menggunakan acuan norma terkadang peserta didik lebih sering dirugikan, karena sangat tergantung dari subjek yang mengamati. Rasa sujetivitas sangat kental dikarenakan banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur yang  bersifat datangnya dari diri observer.
Secara konseptual pendekatan penilaian yang sangat ideal untuk mengukur keberhasilan dalam pembelajaran yang dilakukan oleh guru pada mata pelajaran pendidikan jasmani adalah dengan menggunakan pendekatan acuan patokan. Hal ini dikarenakan tujuan yang akan diukur berupa hasil pencapaian kondisi kesegaran jasmani yang telah memiliki kriteria penilaian yang sudah ditentukan. Sehingga pada saat pelaksanaan pengukuran tingkat kesalahan lebih kecil. Karena pada prinsipnya untuk melakukan pengukuran hasil akhir (produk) lebih mudah jika dibandingkan dengan untuk mengukur  sebuah proses. Sedangkan produk atau hasil yang mudah dilihat dan secara langsung dapat dirasakan manfaatnya oleh peserta didik pada mata pelajaran pendidikan jasmani adalah tingkat kesegaran jasmani.
Kecendrungan selama ini yang terjadi pada proses pembelajaran kebanyakan guru pendidikan jasmani sebenarnya melakukan pengukuran terhadap proses, sehingga lebih menyulitkan pada saat melakukan pengukuran, dan  hasil penilaian yang diperoleh kurang ojektif. Sehingga akhirnyanya peserta didik yang dirugikan. Mengapa demikian? karena keterampilan gerak  merupakan bagian dari aktivitas untuk mencapai kesegaran jasmani. Akumulasi-akumulasi dari gerak secara keseluruhan yang dilakukan selama beraktivitas sesuai dengan ketentuan dan syarat-syarat inilah yang akan membuat peserta didik mencapai kesegaran jasmani.
Pengukuran dengan menggunakan pendekatan PAP melalui prosedur secara benar akan menghasilkan keakuratan nilai yang dapat mengambarkan tingkat  pencapaian prestasi dari peserta didik. Hasil pencapaian prestasi dari peserta didik merupakan indikator keberhasilan dari proses pembelajaran. Melalui hasil dari pengukuran yang kemudian diolah dan dianalisis akan mendapatkan suatu kesimpulan dari arah pengembangan pembelajaran. Melalui hasil pengukuran akan diketahui berapa persen peserta didik telah mencapai atau melewati batas pencapaian kesegaran jasmani, sehingga hasil dari pengukuran ini dijadikan dasar untuk melakukan program remidial.  Bagi peserta didik yang belum mampu mencapai batas minimal yang ditetapkan maka diberikan kesepatan untuk mengulang sampai mampu mencapai atau melewatinya. Sedangkan untuk peserta didik yang sudah mampu untuk mencapai atau melewati batas minimal tugas mereka adalah mengembangkannya atau setidaknya  senantiasa selalu mempertahankan kesegaran jasmani yang sudah dicapai.
Program remidial yang diberikan untuk peserta didik yang belum mampu mencapai batas minimal hanya terfokus pada  aspek dimana peserta dididik belum mampu mencapai atau melewati batas minial. Sehingga dengan diberikan kesempatan diharapkan peserta didik akan mampu mencapainya. Sebenarnya semua peserta didik memiliki  kemampuan yang sama untuk dapat mencapai batas minimal yang telah ditentukan hanya saja persolan waktu yang membedakan.
 Aspek penilaian dalam kesegaran jasmani secara baku sudah ditetapkan yang mencakup beberapa komponen, namun untuk keperluan pembelajaran dapat dilakukan  modifikasi pengembangan disesuaikan dengan kebutuhan, yang terpenting  jangan menghilangkan aspek dasar dari faktor daya tahan.  Pada dasarnya program remidial yang diberikan kepada peserta didik adalah supaya seluruh peserta didik dapat mencapai ketuntasan dari tujuan pendidikan jasmani.
Pelaksanaan pengukuran untuk ranah kognitif  pada mata pelajaran pendidikan jasmani dapat dilakukan dalam bentuk tertulis. Namun arah pengukuran sebaiknya dilaksanakan untuk mendeteksi tentang sikap atau motivasi mereka terhadap aktivitas yang mereka telah lakukan. Pengkuran tes tertulis yang dilakukan pada mata pelajaran pendidikan jasmani erat hubungannya dengan pengukuran untuk ranah afektif.  Adapun bentuk tes yang dilakukan dapat berupa pertanyaan-pertanyaan tertutup atau terbuka ataupun bentuk pertanyaan pilihan ganda yang menggali informasi tentang motivasi untuk mencapai kesegaran jasmani sebagai bentuk tanggung  jawab seorang peserta didik. Jika hasil yang diperoleh dalam tes tertulis menunjukan nilai  baik maka secara positif seharusnya kesegaran jasmaninya harus baik pula secara linier.  Namun apabila pada tes tertulis menunjukan nilai baik sedangkan tingkat kesegaran jasmaninya rendah maka hal ini menunjukan adanya kesenjangan antara kenyataan dalam pengukuran tentang tingkat kesegaran jasmani dan tes secara tertulis. Atas dasar inilah penetapan nilai afektif siswa dapat ditentukan oleh guru pendidikan jasmani. Mengenai indikator penilaian afektif dapat ditentukan oleh guru seperti; tanggung jawab, kejujuran, kedisiplinan, kepedulian, kerjasama dan lain-lain yang disesuaikan dengan kebutuhan. Untuk mengetahui aspek afektif yang melibatkan orang lain (kerjasama) dapat diketahui melalui aktivitas apa yang digunakan untuk meraih kesegaran jasmani.
Selama ini pendekatan pengukuran ranah kognitif yang dilakukan oleh guru pendidikan jasmani adalah mengukur kejadian yang terjadi seputar peristiwa dalam olah raga yang merupakan informasi dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan menghapal  ukuran-ukuran lapangan dan alat-alat olahraga yang sebenarnya tidak ada hubungan secara positif dapat untuk meningkatkan kesegaran jasmani. Bahkan ada juga untuk mengukur kemampuan kognitif dilakukan dalam tes tertulis menanyakan tentang bgaimana cara melakukan teknik keterapilan.
Kemampuan keterampilan gerak yang dikuasai oleh peserta didik sebenaranya dapat diketahui melalui permainan yang dilakukan pada saat beraktivitas. Semakin tinggi tingkat kesegaran jasmani maka akan semakin baik kualitas keterapilan yang dikuasai. Karena untuk memiliki kesegaran jasmani diperlukan aktivitas yang tinggi. Pada saat beraktivitas sebenarnya telah terjadi pengulangan-pengulangan dari teknik keterapilan yang dilakukan secara tidak disadari oleh peserta didik secara bersungguh-sungguh. Oleh karena itu dengan diketahui tingkat kesegaran jasmani peserta didik maka secara langsung dapat pula diketahui terhadap penguasaan keterapilan gerak. Seorang peserta didik yang mengusai teknik keterampilan melakukan sutting pada bola basket dengan baik belum tentu akan memiliki tingkat kesegaran jasmani yang baik, karena bisa jadi yang dilatih hanya teknik suttingnya saja secara terus menerus setiap hari. Namun seorang peserta didik yang memiliki kesegaran jasmani yang baik diperoleh melalui aktivitas permainan bola basket dengan sendirinya pasti akan memiliki kemampuan keterapilan sutting yang baik.
  
BAB III
PENUTUP
A.        Kesimpulan
Perjalanan sejarah meruapakan cerminan masa lalu tentang kejadian-kejadian yang begitu erat kaitannya dengan kondisi saat ini. Jika tidak belajar dari sejarah maka sangat besar kemungkinannya apa yang terjadi pada masa lalu akan terulang kembali untuk saat sekarang. begitu pula halnya dengan pendidikan jasmani akan banyak memberikan manfaat jika kita mau belajar dari awal pergerakan masa kemerdekaan.
Peran pendidikan jasamni dipandang hal yang sangat penting sebagai alat yang dapat menumbuhkan rasa nasionalisme, namun hal yang perlu menjadi catatan khusus adalah melalui pendidikan jasmani pula para pejuang dapat berperang melawan penjajah karena badan para pejuang dalam keadaan sehat. Sehingga dengan peran pendidikan jasmani yang dulunya dikenal dengan istilah gerak jasmani tubuh pemuda Indonesia terbentuk menjadi badan yang sehat sehingga mampu dan siap untuk berjuang.
Kemunduran peran jasamni dirasakan setelah diberlakukannya kurikulum secara resmi tertuang dalam undang-undang. Sebenarnya kurikulum saat ini lebih mengagunggkan aspek kecerdsan otak atau intelegensi. sehingga peran dari pendidikan jasmani dikesampingkan dan dipandang tidak perlu, terbukti dari kurikulum  yang ada jam mata pelajaran pendidikan jasmani hanya 2-3 jam pelajaran tatap muka setiap minggu. Wajar saja bila pendidikan jasmani  menjadi tidak berkembang dikrenakan secara kebijakan pemerintah kurang mementingkan aspek jasmani.
Pengaruh yang tak kalah penting dan perlu menjadi perhatian khusus adalah karena faktor pamahaman konsep tentang pendidikan jasmani oleh para guru penjas.   Pengaruh dari pemahaman konsep ini akan berdampak pada penilaian yang digunakan dalam pemebelajaran oleh guru sebagai alat kontrol dari proses pembelajaran. Dengan memiliki pemahaman konsep yang benar oelh para guru penjas maka akan dengan sendirinya dapat melaksanakan, menilai pembelajaran untuk mencapai kesegaran jasmani. Dan hal ini merupakan permasalahan  yang menantang, penulis sangat tertarik untuk bisa dijadikan sebagai penelitian tentang keberhasilan pelaksanaan pendidikan jasmani yang lihat dari aspek pemahaman konsep dan pendekatan penilaian yang dipakai guru saat pembelajaran terhadap pencapaian kesegaran jasmani peserta didik disekolah.


B.   Saran-saran
1.    Hendaknya kita selalu belajar dari pengalaman masa lau untuk dapat melangkah menuju masa depan yang lebih baik.
2.    segala kesalahan yang trejadi pada masa lampu jangan sampai terulang kemabli pada masa sekarang dan yang akan datang.
3.    Salah satu cara untuk mewujudkan bukti eksistensi pendidikan jasmani terhadap dunia pendidikan di sekolah adalah dengan cara memberikan kontrbusi secara nyata yaitu pencapaian kesegaran jasmani kepada peserta didik.
4.    Diharapkan para guru pendidikan jasmani memiliki pemahaman konsep tentang pendidikan jasmani dengan benar sehingga mengetahui tujuan, arah dan cara malaksanakan pendidikan jasmani untuk mencapai tujuannya.

BAB III
PENUTUP
A.        Kesimpulan
Perjalanan sejarah meruapakan cerminan masa lalu tentang kejadian-kejadian yang begitu erat kaitannya dengan kondisi saat ini. Jika tidak belajar dari sejarah maka sangat besar kemungkinannya apa yang terjadi pada masa lalu akan terulang kembali untuk saat sekarang. begitu pula halnya dengan pendidikan jasmani akan banyak memberikan manfaat jika kita mau belajar dari awal pergerakan masa kemerdekaan.
Peran pendidikan jasamni dipandang hal yang sangat penting sebagai alat yang dapat menumbuhkan rasa nasionalisme, namun hal yang perlu menjadi catatan khusus adalah melalui pendidikan jasmani pula para pejuang dapat berperang melawan penjajah karena badan para pejuang dalam keadaan sehat. Sehingga dengan peran pendidikan jasmani yang dulunya dikenal dengan istilah gerak jasmani tubuh pemuda Indonesia terbentuk menjadi badan yang sehat sehingga mampu dan siap untuk berjuang.
Kemunduran peran jasamni dirasakan setelah diberlakukannya kurikulum secara resmi tertuang dalam undang-undang. Sebenarnya kurikulum saat ini lebih mengagunggkan aspek kecerdsan otak atau intelegensi. sehingga peran dari pendidikan jasmani dikesampingkan dan dipandang tidak perlu, terbukti dari kurikulum  yang ada jam mata pelajaran pendidikan jasmani hanya 2-3 jam pelajaran tatap muka setiap minggu. Wajar saja bila pendidikan jasmani  menjadi tidak berkembang dikrenakan secara kebijakan pemerintah kurang mementingkan aspek jasmani.
Pengaruh yang tak kalah penting dan perlu menjadi perhatian khusus adalah karena faktor pamahaman konsep tentang pendidikan jasmani oleh para guru penjas.   Pengaruh dari pemahaman konsep ini akan berdampak pada penilaian yang digunakan dalam pemebelajaran oleh guru sebagai alat kontrol dari proses pembelajaran. Dengan memiliki pemahaman konsep yang benar oelh para guru penjas maka akan dengan sendirinya dapat melaksanakan, menilai pembelajaran untuk mencapai kesegaran jasmani. Dan hal ini merupakan permasalahan  yang menantang, penulis sangat tertarik untuk bisa dijadikan sebagai penelitian tentang keberhasilan pelaksanaan pendidikan jasmani yang lihat dari aspek pemahaman konsep dan pendekatan penilaian yang dipakai guru saat pembelajaran terhadap pencapaian kesegaran jasmani peserta didik disekolah.

BB. Saran-saran
1.    Hendaknya kita selalu belajar dari pengalaman masa lau untuk dapat melangkah menuju masa depan yang lebih baik.
2.    segala kesalahan yang trejadi pada masa lampu jangan sampai terulang kemabli pada masa sekarang dan yang akan datang.
3.    Salah satu cara untuk mewujudkan bukti eksistensi pendidikan jasmani terhadap dunia pendidikan di sekolah adalah dengan cara memberikan kontrbusi secara nyata yaitu pencapaian kesegaran jasmani kepada peserta didik.
4.    Diharapkan para guru pendidikan jasmani memiliki pemahaman konsep tentang pendidikan jasmani dengan benar sehingga mengetahui tujuan, arah dan cara malaksanakan pendidikan jasmani untuk mencapai tujuannya.






















Tidak ada komentar: